4 Perbedaan Tahun Baru Hijriyah dan Masehi

Sebentar lagi tahun 2023 M akan berakhir. Artinya kita akan mengalami pergantian tahun baru menuju 2024. Namun, apakah detikers tahu apa perbedaan tahun baru hijriyah dan masehi?
Waktu adalah hal yang dialami oleh semua makhluk dan manusia. Semua orang mengalami perubahan waktu yang sama. Seseorang tidak bisa mempercepat waktu barang satu detik pun, kembali ke masa lalu, ataupun menghentikan waktu tersebut.
Walaupun waktu setiap orang sama, namun dalam menghitung waktu bisa saja berbeda, seperti dalam penentuan hari dalam setahun atau pergantian tahun baru.
Perbedaan ini terjadi pada pergantian tahun baru hijriyah dan masehi. Lalu, apa saja perbedaan tahun baru hijriyah dan masehi? Berikut penjelasannya!
Perbedaan Tahun Baru Hijriyah dan Masehi
Berikut beberapa perbedaan tahun baru hijriyah dan masehi yang bisa detikHikmah jelaskan!
1. Sistem Pergantian Tahun
Sebelum mengetahui kapan waktu tahun baru akan terjadi, hendaknya detikers tahu terlebih dahulu perbedaan perhitungan hari dalam satu tahun antara tahun hijriyah dan masehi.
Mengutip dari buku Kalender dan Sistem Waktu dalam Islam karya Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar, satu tahun hijriyah dihitung berdasarkan durasi waktu yang dihabiskan bulan untuk mengelilingi bumi selama satu tahun. Dengan begitu, satu tahun dalam tahun hijriyah adalah selama 354 hari (atau 355 hari jika tahun kabisat).
Sementara itu, satu tahun masehi dihitung berdasarkan durasi waktu yang dihabiskan bumi untuk mengelilingi matahari, yaitu sepanjang 365 hari atau 366 hari jika tahun kabisat.
2. Terjadi pada 1 Januari dan 1 Muharam
Pergantian tahun baru masehi terjadi setiap 1 Januari. Kemudian waktu satu tahun masehi akan berlangsung dimulai dari Januari tersebut sampai pada 31 Desember.
Sementara itu, bulan pertama dalam perhitungan tahun hijriyah adalah Muharram. Oleh karena itu, tahun baru hijriyah pasti terjadi setiap 1 Muharam.
Muhammad Andri Setiawan dan Karyono Ibnu Ahmad dalam Program Bimbingan dan Konseling Pendekatan Qur'ani Berdasarkan Surah Luqman Ayat 12-19 menjelaskan bahwa pada bulan Muharam ini dirayakan sebuah peristiwa besar dalam Islam.
Pada bulan Muharam inilah terjadinya peristiwa hijrahnya Rasulullah SAW dan para sahabat dari Makkah ke Madinah. Proses hijrah ini untuk menghindari penindasan dan penganiayaan kaum muslimin dari kaum kafir Kota Makkah.
3. Pergantian Tahun Baru pada Tengah Malam dan Waktu Maghrib
Dinukil dari buku Islam yang Produktif: Titik Temu Visi Keutamaan dan Kebangsaan oleh Faisal Ismail, tahun masehi dihitung berdasarkan peredaran matahari, sedangkan tahun hijriyah dihitung berdasarkan peredaran bulan.
Perbedaan tahun baru hijriyah dan masehi juga terdapat pada waktu pergantiannya. Yakni, tahun baru masehi pasti terjadi pada waktu tengah malam atau pada pukul 00.00. Sedangkan tahun baru hijriyah berganti pada waktu Maghrib atau saat matahari terbenam.
4. Tidak Pernah Terjadi di Waktu yang Sama
Perbedaan cara menghitung banyaknya hari dalam satu tahun membuat perayaan tahun baru hijriyah dan masehi tidak pernah terjadi di hari yang sama.
Sebagaimana diketahui, tahun pertama hijriyah baru terjadi 622 tahun setelah tahun baru masehi. Yakni bertepatan pada saat Nabi Muhammad SAW hijrah ke Yatsrib.
Bolehkah Muslim Merayakan Tahun Baru?
Sebagian orang akan ikut merayakan pergantian tahun baru masehi dengan menyalakan kembang api atau dengan meniup terompet. Selain itu, orang-orang akan berbondong-bondong keluar rumah di waktu tengah malam untuk berkumpul-kumpul bersama dan menghabiskan momen pergantian tahun.
Lantas, bagaimana pandangan Islam mengenai hal ini?
Dikutip dari arsip detikNews, penanggalan masehi adalah sebutan untuk penanggalan atau penomoran tahun yang digunakan pada kalender Julian dan Gregorian.
Sementara itu perayaan yang dilakukan orang-orang di atas menyerupai tradisi Yahudi yang suka meniup terompet. Sedangkan membunyikan lonceng adalah tradisi orang Nasrani.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda,
"Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka." (HR Bukhari)
Allah SWT juga melarang hamba-Nya untuk menghadiri perayaan atau hari raya orang musyrik. Allah SWT berfirman dalam surah Al-Furqan ayat 72 yang berbunyi,
وَالَّذÙيْنَ لَا يَشْهَدÙوْنَ الزّÙوْرَۙ ÙˆÙŽØ§ÙØ°ÙŽØ§ مَرّÙوْا Ø¨ÙØ§Ù„لَّغْو٠مَرّÙوْا ÙƒÙØ±ÙŽØ§Ù…ًا Ù§Ù¢
Artinya: Dan, orang-orang yang tidak memberikan kesaksian palsu serta apabila mereka berpapasan dengan (orang-orang) yang berbuat sia-sia, mereka berlalu dengan menjaga kehormatannya.
Dr Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan dalam kitab At-Tauhid Lish-Shaffil Awwal Al-Aliy Syaikhul Islam terjemahan Agus Hasan Bashori menjelaskan, ada dua alasan yang melandasi larangan perayaan Tahun Baru Masehi bagi muslim.
Merujuk pendapat dari Ibnu Taimiyah RA yang menyebutkan, kegiatan itu tidak pernah ada dalam ajaran Islam dan tidak termasuk dalam kebiasaan salaf. Selain itu, kegiatan tersebut dianggap sebagai bid'ah yang diada-adakan.
Dalam penjelasannya, ia memaparkan "Tidak halal bagi kaum muslimin ber-tasyabuh (menyerupai) mereka dalam hal-hal yang khusus bagi hari raya mereka; seperti, makanan, pakaian, mandi, menyalakan lilin, meliburkan kebiasaan seperti bekerja dan beribadah ataupun yang lainnya."
Comments (0)
Leave your thought